Jadi ingat tentang tempat kedamaian. Suatu saat, di sebuah training, gw diminta membayangkan tempat kedamaian gw. Dulu, gw akan membayangkan padang rumput, ada suara air terjun, ada pohon jeruk dengan aroma jeruk bertebaran di udara, semuanya berwarna hijau, langit berwarna biru, angin semilir berhembus, dan burung berkicau dengan ramai. Lalu ada bangku terbuat dari batang pohon yang telah mati, dan gw duduk di situ.

Itu Dulu.

Sekarang… tempat kedamaian gw berubah. Museum foto. Semua fotonya hitam putih. Ada beberapa karya Ansel Adams, ada karya-karya fotografer yang gw suka sekali. Cahaya di tempat itu bagus sekali, sofanya terbuat dari rangka besi, tapi dengan jok yang sangat nyaman. Warnanya, hitam tentu saja. Dan gw duduk di situ kapanpun gw menginginkannya.

Tempat kedamaian gw… memang damai, tapi saat gw melihat lebih dalam, melihat lebih jelas, tiba-tiba gw sedih sekali. Karena tidak ada siapa-siapa di situ. Cuma ada gw. Bahkan tidak ada keluarga gw, bahkan tidak ada teman-teman. Bahkan tidak ada orang special.

Jadi, setiap gw membayangkan tempat kedamaian gw.. di satu sisi gw merasa damai (hanya bila gw membayangkan gw duduk di sofa itu), di sisi lain gw bisa depresi sendiri (kalau gw berusaha meliat sekeliling, mencari “teman”).

Maybe it’s just the stupid hormone trying to mess up with my life. At least… now I have my own place, where I can go everytime I like. A place that reflects my passion, my hobby, my love.

2 thoughts on “The Place of My Peace

  1. but I guess when people need peace, they mostly prefer to be alone? or not? hehe…
    *maybe I messed up between peace and quietness :P*

    1. sometimes, we do need to be alone.. but sometimes, at least there’s a person who accompany us, even in complete silence :p

Leave a comment